Pengertian dan Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar  akhlak dan keluhuran  budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka kami tertarik untuk membahas masalah pengertian ilmu akhlak, objek kajian, dan manfaat mempelajari ilmu akhlak. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang ilmu akhlak.
     B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ilmu akhlak?
2.      Apa saja objek kajian dalam ilmu akhlak?
3.      Apa saja manfaat mempelajari ilmu akhlak?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas dari dosen.
2.      Untuk menjelaskan tentang pengertian ilmu akhlak.
3.      Untuk menjelaskan tentang objek kajian ilmu akhlak.
4.      Untuk menjelaskan tentang apa saja manfaat mempelajari ilmu akhlak.






BAB II PEMBAHASAN
1.Pengertian dan Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak.
Menurut isi dari buku yang berjudul “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” oleh Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Pengertian ilmu akhlak ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af”ala, yuf”iluif”alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), al-din (agama).
Dari sudut peristilahan, pertama akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
Menurut isi dari buku yang berjudul “Tasawuf Islam dan Akhlak” oleh Dr. Muhammad Fauqi Hajjaj. Definisi ilmu akhlak (‘Ilm Al-Akhlaq)
At-Tahawani (w. Abad II H.), penyusun Kasysyaf Ishthilahat al-Funun mendefinisikan ilmu akhlak yang disebutnya dengan istilah ilmu-ilmu perilaku (‘ulum as-suluk) sebagai “pengetahuan tentang apa yang baik dan tidak baik”. Ilmu ini membahas tentang diri manusia dari segi kecenderungan-kecenderungannya, hasrat-hasratnya, dan beragam potensi yang membuat manusia condong pada kebaikan atau keburukan.
Pengertian ilmu Akhlak selanjutnya di kemukakan oleh Muhammad al-Ghazali.Menurutnya bahwa kawasan pembahasan Ilmu Akhlaq adalah seluruh aspek kehidupan manusia,baik sebagai individu maupun kelompok.              Menurut Ahmad Bin Mushthafa.Akhlak ialah sebuah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan, dimana keutamaan itu ialah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan yakni kekuatan berpikir, marah dan syahwat atau nafsu.
Menurut Nurcholish Madjid. Bahwa istilah akhlak atau khuluq merupakan satu akar kata dengan khalq atau penciptaan, khaliq (pencipta) dan makhluq (ciptaan), yang semuanya mengacu pada pandangan dasar Islam mengenai penciptaan manusia, bahwasanya manusia diciptakan dalam kebaikan, kesucian dan kemulian sebagai “sebaik baiknya ciptaan (ahsanu taqwim).
 Menurut Ahmad Amin.Mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlaqul madzmumah.
Menurut Agus Sudjanto seorang psikolog kepribadian pengertian Akhlak sebagai berikut: Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Ruang Lingkup Ilmu Akhlak

Ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia.
 Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut: bahwa Objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika,dan mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.Banyak contoh perbuatan yang termasuk perbuatan akhlak dan banyak pula contoh perbuatan yang tidak termasuk perbuatan akahlak.Seseorang yang membangun masjid,gedung sekolah,rumah sakit,jalan raya dan pos keamanan adalah termasuk akhlak yang baik,karena untuk membangun perencanaan,waktu,biaya,pelaksanaandan lain sebagainya.
Dan perbuatan semacam ini tidak akan terwujud jika tidak didasarkan pada kemauan dan kehendak yang kuat. Oleh karena itu , perbuatan tersebut termasuk perbuatan akhlaki. Kita tidak menentuksn orang yang menjadi ibu bapak kita misalnya, karena ia bukan pilihan kita, tetapi sesuatu yang begitu adanya tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal yang demikian tidak termasuk perbuatan akhlaki Selanjutnya tidak pula kedalam perbuatan akhlaki, yaitu perbuatan yang alami. Dalam hubungan ini murtadha, muthahhaari mengatakan bahwa perbuatan alami tidak menjadikan pelakunya layak dipuji.
Adapun ruang lingkup ilmu akhlak adalah:
Akhlak terhadap diri sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan larangan merusak, membinasakan dan menganiyaya diri baik secara jasmani (memotong dan merusak badan), maupun secara rohani (membirkan larut dalam kesedihan).
Akhlak dalam keluarga meliputi segala sikap dan perilaku dalam keluarga, contohnya berbakti pada orang tua, menghormati orang tua dan tidak berkata-kata yang menyakitkan mereka.
Akhlak dalam masyarakat meliputi sikap kita dalam menjalani kehidupan soaial, menolong sesama, menciptakan masyarakat yang adil yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadist.
Akhlak dalam bernegara meliputi kepatuhan terhadap Ulil Amri selama tidak bermaksiat kepada agama, ikut serta dalam membangun Negara dalam bentuk lisan maupun fikiran.
Akhlak terhadap agama meliputi beriman kepada Allah swt.tidak menyekutukan-Nya, beribadah kepada Allah. Taat kepada Rosul serta meniru segala tingkah lakunya.

Akhlak lebih luas dari pada hukum, akhlak memerintahkan orang untuk melakukan semua perbuatan dan bermanfaat dan melarang orang melakukan perbuatan buruk dan berbahaya.

a.    Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.
Etika berbicara tentang kebiasaan (perbuatan tetapi bukan menurut arti tata adat melainkan tata adab, yiatu bersumber pada inti sari atau sifat dasar manusia yaitu baik dan buruk.
b.    Moral yang berasal dari bahasa latin mores jamak mos merupakan prinsip-prinsip tingkah laku manusia yang sejalan dengan adat kebiasaan.
c.    Susila kata susila berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu Su dan Sila. Su berarti baik dan bagus. Sedang Sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup dan norma.
Setelah mengkaji akhlak, etika, moral dan susila dapat diketahui bahwa antara satu dengan yang lainnya ada persamaan dan perbedaan.

Bagaimana kita ketahui akhlak (etika) senantiasa berkembang sesuia perkembangan ruang dan waktu yang melingkupi di mana manusia itu berada. Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis cantumkan periodisasi sejarah sebagaimna uraian dari Drs. Ahmad Charris Zubair;

a. Periode abad ke 15-16 Humanisme , orientasi pada manusia. Renaissance membuat ”self confindennce ” untuk berprestasi. Humanisme melahirkan Ondividualisme dan Naturalisme.
 b. Individualisme, hal ini etika berarti tanggung jawab secara individual, dampaknya mendorong prestasi, kreativitas secara de facto, individualisme yang mendorong munculnya tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan bukan kolektivisme. Dampak negatifnya, individualisme mendorong egoistisisme (bukan manusia yang menjadi ukuran tetapi ”aku”) diri sendiri lebih penting dari pada masyarakat. Dijiwai oleh semboyan ”stunggle for life”, ”survival of the fittest”, nampak dalam bidang sosial, politik dan ekonomi.
 Naturalisme, manusia dianggap mempunyai kodrat yang ansich baik, yang harus di hargai dan menjadi ukuran. Dipakai sebagai titik tolak dalam bidang sosial, politik, hukum, ekonomi; di sini sudah ditaruh benih eteisme sehingga pada abad ke-18 timbul aliran-aliran yang bersifat ateistik, pada abad ke-19 muncul Marx, abad ke-20 Marleu Pounty, Sartre, dan sebagainya.
c. Peiode abad ke-17 Humanisme mendorong rasionalisme, empirisme. Manusia harus menggunakan rasio (akal budinya) untuk bisa menguasai dunia, rasio yang dilandasi empire (pengalaman) . Rasionalisme dan empirisme mendorong ilmu pengetahuan.
d. Periode abad ke-18 Mendorong lahirnya materialisme dan possitivisme. 1.Materialisme, penghargaan besar terhadap materi, manusia di dorong untuk mengadakan materi . Orientasi pada materi berarti juga mengingkari hal-hal yang bersifat immateri. 2.positivisme, mendorong pada perhitungan kuantitatif, menerjemahkan sesuatu secara kuantitatif . Ilmu Pengetahuan Alam maju, sehingga pada abad ke -19 timbul Ilmu Pengetahuan Sosial yang berorientasi pada positivisme.
e.  Periode abad ke-19 Timbul reaksi sosialisme dari Karl Marx (Marxisme) timbul Neo-Positivisme dan kemudian ateisme.
1.Ateisme : suatu orientasi yang mempertanggungjawabkan bahwa sikap dirinya adalah eteis.
2.Marxisme: ateisme untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan, Ateisme dari Marx adalah humanisme.
 3.Neo-Positivisme: positivisme yang di bantu oleh hasil teknologi yang ada pada waktu itu. Neo-Positivisme berkembang ke arah Sceintisme, di luar ilmu berarti tidak ada kebenaran ( ateisme ilmiah).
 f. Periode abad ke-20 Timbul materialisme modern yang di dukung oleh teknologi maju. Dampak yang nampak,justru materialisme inilah yang membuat manusia sebagai penguasa yang bersifat serakah terhadap dunia.






3.POKOK PERSOALAN AKHLAK
               
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya, baik ia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan social.
Dampak  negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecendrungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.
 Manusia pasti kehilangan kendali dan salah arah bila nilai-nilai spiritual di tinggalkan, sehingga mudah terjerumus ke berbagai penyelewengan dan kerusakan akhlak, misalnya melakukan perampasan hak-hak orang lain, penyelewengan seksual dan pembunuhan.
                Nilai-nila spiritual yang dimaksudkan dalam islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran. Yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai  hamba  Allah serta anggota masyarakat.
                Mengejar nilai-nilai materi saja, tidak bias dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia semakin tidak mempedulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang dikejar-kejarnya dapat dikuasainya, akhirnya timbul persaingan yang tidak seha. Sementara manusia tidak memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidupnya.
                Persaingan hidup yang tidak sehat, menimbulkan sikap tamak (rakus), yang sebenarnya merupakan salah satu wujud ketegangan jiwa (stress), sehingga Imam Al-Ghazali menyebutnya sebagai istilah (sebagai gejala penyakit jiwa), yang penanggulangannya tidak lain, kecuali menanamkan pada diri kita sikap kesederhanaan dan perasaan kecukupan, dan besar kemungkinan orang yang terlalu mengejar nilai materi, membuat dirinya kikir, yang penanggulangannya tidak lain, kecuali sikap pemurah.
                Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:
1.       Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya.
2.       Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bias meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya.
3.        Keburukan akhlak yang dilakukan seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik
4.       Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarkat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya,kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi.
Menurut Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat, sama sekali tidak bias dipulihkan kembali. Karena itu, agama islam membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalau dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk. Ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat dididik menjadi baik, kecuali tingkatan akhlak buruk yang keempat tadi.
Secara normative, pendidikan akhlak sudah ada dalam Al-Quran dan Hadis, tinggal kita merumuskannya secara operasional, sehingga dapat diterapkan pada peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan anak manusia maupun tempat dilaksanakannya pendidikan itu.
Mengenai pendidikan akhlak yang diterapkan di masa kanak-kanak, yang dikenal dengan pendidikan anak dibawah umur 0-5 tahun atau infancy, tentu saja berbeda dengan pendidikan anak umur 6-12 tahun atau late childrod, dan umur 13-18 tahun atau puberty and adolescence. Serta tempat pelaksanaannya juga dibedakan, sehingga dapat terpisah dengan lembaga pendidikan informal atau rumah tangga, pendidikan formal atau pendidikan sekolah dan pendidikan non-formal atau pendidikan masyarakat.
Menanggapi keburukan akhlak yang menggunakan sarana modern, harus juga menggunakan alat dan cara modern untuk mengatasinya. Tentu saja, normanya tetap berdasarkan ajaran agama, sedangkan teknik pendidikan dan penanggulangannya, harus di sesuaikan dengan bentuk penyimpangan (keburukan akhlak) yang dihadapinya. Misalnya, penanggulangan kenakalan anak remaja berupa penggunaan obat bius (narkotika), harus bekerja sama antara pihak penegak hokum, psikiater, dan ahli agama dengan menggunakan metode yang tepat. Maka dapat dikatakan bahwa persoalan akhlak masa kini harus diatasi pula dengan cara (teknik) masa kini.
 JH Muirhead menyebutkan bahwa pokok pembahasan (subject matter) ilmu akhlak ialah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.AL-Ghazali mengatakan bahwa pokok pembahasan ilmu akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.baik sebagai individu(perseorangan)maupun kelompok(masyarakaat). dilihat dari aspek kehidupan manusia,maka perbuatan manusia dapat di katagorikan menjadi dua:
1.      Perbuatan yang lahir denan kehendak dan di sengaja
2.      Perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tidak di sengaja
Jenis perbuatan pertama termasuk perbuatan akhlaki(menjadi objek ilmu akhlak). Jenis perbuatan yang kedua tidak menjadi lapangan ilmu ahlak.
            Untuk menetapkan apakah sesutau perbuatan itu lahir dengan kehendak dan di sengaja,dan bagaimana menilaiya,berikut ini beberapa syarat yang perlu diperhatikan.
1.    Situasai memungkinkan adanya pilihan (bukan tanpa paksaan).ini disebabkan karna adaya kemauan bebas,sehingga tindakan di lakukan dengan sengaja.
2.    Sadar apa yang di lakukan,yakni ia melakukan perbuatan bukan karena gerak reflek dan dapat membedakan mengenai nilai perbuatan baik buruknya.
3.Tujuan dan Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

Ajaran Islam sarat dengan berbagai macam hikmah. Perintah yang disuruh oleh Allah mengerjakannya, sebenarnya mengandung hikmah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Sebut saja ilmu fikih, sangat bermanfaat sebagai pengatur perbuatan dzahir manusia. Dalam fikih adalah berbagai kandungan hukum seperti wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram. Masing-masingnya terkait dengan af’alul ‘ibad. Dengan telah diketahuinya hukum-hukum tersebut, kehidupan manusia akan tertib, damai dan tenang.
Begitu juga dengan ilmu akhlak, banyak mengandung manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat-manfaat tersebut ada yang datang secara langsung dan ada pula yang baru terasa manfaatnya setelah agak lama diamalkan dengan penuh ketekunan. Untuk lebih mengantarkan pada pemahaman, maka penulis akan menyebutkan beberapa manfaat mempelajari akhlak, diantaranya :
1)      Memajukan rohani
Ilmu akhlak penuh dengan muatan teori yang dapat memberikan kesejukan dan menambah keimanan seseorang.
2)      Menuntun kepada kebaikan
Ilmu akhlak bukan hanya memberitahukan kepada manusia mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong manusia supaya memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang baik sehingga dapat menjalani hidup dengan bermartabat dan memproduksi kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi sesama manusia.
Rasulullah SAW bersabda :
             Artinya : “Abu Salmah menceritakan kepada kemi tentang Abu Hurairah yang pernah berkata : “Sebaik-baiknya orang mukmin adalah yang sempurna imannya dan baik budi pekertinya. Dan orang yang paling baik perlakuannya kepada istri-istrinya”.
              (H.R. At-Turmudzi).
   
 3)  Memperoleh kekuatan di Akhirat
Orang yang belajar dan paham ilmu akhlak, kemudian berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan, maka ia akan hidup dengan penuh keberkatan, damai, tenang, dan diridhai Allah.
    4)  Merupakan kebutuhan primer dalam keluarga
Keluarga merupakan pondasi negara yang paling bawah.
    5)  Menjadi asas kerukunan antar tetangga
Ilmu akhlak selalu sarat dengan anjuran untuk berbuat kebaikan dan menghindari diri dari perbuatan jahat.
    6)  Mempunyai peranan dalam pembinaan remaja
Remaja merupakan masa depan suatu bangsa.
    7)  Berperan dalam pergaulan umum
Ilmu akhlak juga  berperan dalam menjaga keharmonisan antar manusia.
8)  Merupakan faktor mutlak dalam pembangunan suatu negara
Dalam kawasan yang lebih luas, akhlak dapat berperan bagi pembangunan suatu bangsa.
9)  Berperan dalam hubungan antar bangsa.Titik pucak dari uraian ini adalah manfaat akhir dari ilmu akhlak.
   10) Ilmu akhlak akan meningkatkan derajat kehidupan manusia
Orang yang beriman dan berilmu (termasuk di dalamnya adalah ilmu akhlak), akan lebih utama daripada orang yang tidak beriman dan berilmu. Sebab dengan pengetahuan ilmu akhlak, seseorang akan lebih sadar mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang mengantarkan kepada kebahagiaan dan mana yang menjerumuskan kepada kesesatan dan kesengsaraan untuk dirinya.
 Dengan demikian seseorang akan selalu berusaha untuk bisa memilih dan melakukan kebaikan atas petunjuk Allah dan memperoleh keridloan Allah swt. sehingga bisa menjauhkan diri dari hal-hal yang tersela dan dimurkai oleh Allah swt.
Firman Allah swt dalam Al-Qur'an :

يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
Artinya : Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. AL-Mujadalah : 11)

11) Memperoleh keutamaan di hari kemudian. Manfaat dan tujuan yang lain dari mempelajari ilmu akhlak adalah akan mendapatkan akhlak mulia. Dengan mendapatkan akhlak yang mulia, maka akan memperoleh derajat yang terhormat di hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah Nabi Muhammad saw. :
ما من شيءٍ أثقلُ في ميزان العبد المؤمن يوم القيامة من حُسن الخلق. وإن الله يبغض الفاحش البذي
Artinya : Tiada sesuatu yang lebih berat timbangan seseorang mukmin di hari kiamat daripada akhlak yang baik. Dan Allah sangat benci kepada orang yang kotor (keji) mulutnya dan kelakuannya (HR. Turmidzi).

12) Seseorang dapat membedakan hal/perilaku dan perbuatan yang baik dan dalam kehidupan sehari-hari.
 sebagaimana yang ditentukan dalam sumber ilmu akhlak adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Seluruh ajaran baik yang dianjurkan maupun yang dilarang untuk dikerjakan, banyak diambil dari kedua sumber ajaran islam tersebut. Dalam pembahasan-pembahasan tentang akhlak selalu dijelaskan perbuatan/prilaku  yang diperintahkan dan mana perbuatan yang dilarang. Dengan demikian ilmu akhlak dapat menjadi pegangan dan pedoman sehinggga seorang dapat memilah dan memilih perbuatan-perbuatannya. Dengan anggapan yang demikian seseorang yang mempelajari ilmu akhlak, dapat menuntunnya kearah perbuatan/sifat dan karakter yang sesuai dengan ajaran Allah, serta menghindar dari larangan-larangan Allah SWT.


13) Selalu dalam posisi dekat dengan Allah dan sesama manusia.
Manfaat lain dari pembelajaran ilmu akhlak adalah memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman untuk mencapai kedekatan dengan Allah.
Upaya pendekatan diri seorang hamba dengan sang Pencipta dilakukan melalui pengalaman ajaran-ajaran akhlak dengan istiqomah melaksanakan serangkaian amal sholeh sebagai wasilah menuju Allah.
Wasilah itu dapat berupa shalat lima waktu, shalat sunnat (tahajjud, dhuha, witir, dan lain-lain), dzikir, puasa wajib dan sunnat, zakat, shadaqah, haji, umrah, dan semua amalan yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Dengan menjalankan semua bentuk peribadatan itu seorang akan merasakan nikmat dan anugerah dari Allah, yang pada level tertinggi, yaitu merasa dekat kepada Alllah, yang pada akhirnya mencapai tingkatan mahabbah dan ma’rifat kepada Allah.

14) Memperkuat dan memperbaiki hidupdan ibadahnya.
Seseorang yang memiliki akhlak yang baik/mulia, maka ia akan mendapat kemudahan-kemudahan dalam menjalani kehidupnya. Ini dapat dilakukan karena ia dapat menjadi teman dan sahabat bagi siapa saja melalui kelembutan dan ketinggian kepribadian yang ia miliki. Demikian juga ketika ia dapat menghiasi dengan akhlak yang mulia maka ia dapat meninngkatkan kualitas ibadah, karena pada hakikatnya akhlak dapat membawa kekhusyukan, keikhlasan dan kepasrahan, tawadlu, berbaik sangka dan ketergantungan hanya kepada Allah. Semua sikap dan pola pikir diatas akan memberikan makna yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga akan meningkatkan kuualitas ibadahnya juga meningkat lebih baik.
15) Menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).
Ketika seorang muslim selalu  berusaha untuk mmenghiasi diri dengan akhak-akhlak yang terpuji (al akhlak al mahmudah) dan mengosongkan diri dengan akhlak yang tercela (al akhlak al madmumah), maka ia akan mencapai tingkatan tajalli, yaitu terpencarnya cahaya Ilahi sehingga ia akan menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).

4. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu-ilmu Lainnya
 a . Hubungan Ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Para ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf menjadi tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf ahlaki, dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini menggunakan pemikiran yang terdapat dikalangan para filosof.
 Pada tasawuh akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang) yang membatasi manusia dengan Tuhan. Sedangkan pada tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amali ayah atau wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk tarekat. Dalam hubungan ini Harun Nasutin lebih lanjut mengatakan bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak.
 Ibadah dalam Al-Quran dikaitkan dengan taqwa dan taqwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahi mungkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Hal itu, dalam istilah sufi disebut dengan al takhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan berbudi pekerti Allah atau menyifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah.
b . Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid
Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan , sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai ilmu ushul-al-din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam islam selalu diberi nama kitab ushul-al-din. Ilmu ini disebut ilmu ‘aqa’id (ikatan yang kokoh), karena keyakinan kepada Tuhan harus merupakan ikatan yang kokoh yang tidak boleh dibuka atau dilepaskan begitu saja karena bahayanya amat besar bagi kehidupan manusia. Ilmu tauhid disebut pula ilmu kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentanf kata-kata dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Hubungan antara tauhid dan akhlaq tercermin dalam hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:[10]
اكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا (رواه الترمذى)
“Orang mu’min yang sempurna imannya ialah yang terbaik budi pekertinya.” (H.R Tirmidzi)
Jelaslah bahwa akhlaqul karimah adalah mata rantai iman. Sebagai contoh, malu (berbuat kejahatan) adalah salah satu dari pada akhlaqul mahmudah. Nabi dalam salah satu haditsnya menegaskan bahwa “malu itu adalah cabang dari pada iman.”

c . Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa (psikologi)
Ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Dengan demikian ilmu jiwa mengarahkan pembahsannya pada aspek batin
manusia dengan cara menginterpretasikan perilakunya yang tampak. Hasil studi Musa Asy’arie terhadap ayat-ayat Al-Quran menginformasikan bahwa kata insan dipakai Al-Quran dalam kaitannya dengan berbagai kegiatan manusia antara lain untuk kegiatan belajar.

d . Hubungan ilmu akhlak dengan pendidikan
Ilmu pendidikan sering dijumpai dalam berbagai literatur, mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran, guru, metode sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan islam berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D.Marimba mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Ahmad D.Marimba mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Pendidikan dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan orang tua dirumah, guru di sekolah serta pimpinan tokoh masyarakat di lingkungan. Semua lingkungan ini merupakan bagian integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula tempat dilaksanakannya pendidikan akhlak untuk meciptakan akhlak yang baik bagi generasi bangsa.
e . Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu filsafat
Filsafat adalah suatu upaya berpikir mendalam, radikal, sampai keakar-akarnya, universal, dan sistematik dalam rangka menemukan inti mengenai segala sesuatu. Para filsuf muslim seperti Ibnu Sina dan Al Ghazali memiliki pemikiran tentang manusia sebagaimana terlihat dalam pemikirannya tentang jiwa. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa. Ibnu Sina misalnya mengatakan, jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badannya. Pemikiran filsafat tentang jiwa tersebut memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu akhlak. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari fenomena. Bagian-bagiannya meliputi:
a.              Metafisika: penyelidikan di balik alam yang nyata
b.              Kosmologia: penyelidikan tentang alam(filsafat alam)
c.              Logika: pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat
d.             Etika: pembahasan tentang tingkah laku manusia
e.              Theodicea: ketuhanan tentang ketuhanan
f.               Antropologia: pembahasan tentang manusia
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang dan akhir membentuk rumah tangganya sediri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga dalam etika dalam proses perkembangannya, sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
Etika dianggap sebagai bagian dari filsafat  atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Di dalamnya etika mau mengerti mengapa kita harus  mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Melalui filsafat ini, etika berusaha untuk mengerti mengapa, atau dasar apa kita harus hidup menurut norma-norma tertentu.






BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mempelajari sifat/perbuatan/amalan/prilaku yang menghasilkan keutamaandan kemuliaan serta cara-cara yang harus ditempuh untuk menncapainya, disamping itu, ia juga mempelajari sifat/perbuatan/amalan/prilaku yang mengakibatkan kehinaan dan kerendahan. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa, ketinggian dan keluhuran akhlak  sangat menentukan derajat manusia, baik dihadapan Allah maupun dihadapan sesama manusia. Karena akhlak dapat menjadikan seseorang dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dapat menjadi tanggung jawab sebagai seorang muslim.
Objek kajian yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dengan demikian obyek pembahasan ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Berkaitan dengan perilaku manusia, maka  ilmu akhlak memberikan pembelajaran bagaimana manusia berperilaku dan bertindak sehingga ia dapat memperoleh perilaku dan tindakan yang sesuai dengan aturan Allah. Sedangkan berkaitan dengan sifat dan karakter, ilmu akhlak memberikan pembelajaran bagaimana menjadikan sifat dan karakter tersebut tertanam dengan kuat dijiwa seseorang. Proses pembentukan dan penanaman karakter itu dapat melalui pembiasaan latihan, dan keteladanan.
akhlak merupakan salah satu indikator ketinggian derajat seseorang baik dalam penilaian Allah dan penilaian manusia, karena dengan menggunakan akhlak maka seseorang akan menjaga diri untuk selalu dalam hubungan yang baik kepada Allah dan sesama makhluknya. Disinilah secara garis besar manfaat seseorang memiliki akhlak yang mulia.

SARAN
Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran khususnya dari Dosen Pembimbing Bapak Ahmad Muluk Alfian yang bersifat membantu dan membangun agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Haji. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali, 2014)
Fauqi Hajjaj, Muhammad. Tasawuf Islam dan Akhlak. (Jakarta: Amzah, 2013)
NN.http://senyumkudakwahku.blogspot.co.id/2012/06/makalah-akhlaq-persoalan-akhlaq-dan.html. (diakses pada tanggal 16 september 2017)
NN.http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-akhlak-menurut-para-ahli.html. (diakses pada tanggal 16 september 2017)

Comments

Popular posts from this blog

KIMIA hidrolisis garam dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari

Karya tulis ilmiah kunjungan ke objek wisata Candi Prambanan

soal lct dan ranking 1 Pramuka