Ayat dan Hadits Tentang Ketentuan Rezeki

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
          Banyak diantara manusia yang mendapatkan rezeki dengan sangat mudah, sebaliknya diantara mereka ada juga yang merasa sulit mendapatkan rezeki meskipun sudah berjuang keras untuk memperoleh nya. Manusia diwajibkan untuk berusaha mendapatkan rezeki tersebut sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing, salah satu upaya mencari rezeki Allah adalah dengan bekerja. Rezeki Allah sangat luas, rezeki tidak hanya berupa materi tapi bahkan udara yang kita hirup setiap hari adalah rezeki,kesehatan dan kebugaran tubuh kita juga termasuk bagian dari rezeki,kemampuan untuk melangkah, berjalan, dan beraktivitas adalah rezeki.
            Manusia memang sejatinya tidak akan bisa lepas dari kehidupan sosial. Karena memang manusia itu merupakan makhluk sosial, makhluk yang memerlukan orang lain, berkomunikasi dengan sesama, bertukar pikiran, tolong menolong dan lain sebagainya. Dalam pandangan islam seseorang tidak akan dikatakan sempurna iman nya sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.
            Dalam hidup bermasyarakat perlu adanya kepedulian antara manusia satu dengan manusia lainnya. Rasullah pun mengajak umatnya untuk peduli kepada sesama makhluk Allah, bergotong royong untuk saling membantu. Dan meringankan penderitaan orang lain sangat dianjurkan untuk umat Rasulullah. Banyak yang belum mengetahui pentingnya memahami isi kandungan hadis tentang kepeduliaan sosial yang hakikatnya pandangan islam yang demikian sudah benar, tetapi kenyataannya sekarang masih banyak orang yang kurang peduli terhadap permasalahan sosial ini sehingga tatanan sosial menjadi kurang seimbang yang mengakibatkan banyak terjadi kekacau seperti pencurian, perampokan dan lain-lain. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai ketentuan rezeki dari Allah serta kepeduliaan sosial dalam persepektif hadis Rasulullah SAW dan dalil Al-qur`an .

B. TUJUAN
            Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kuliah mata kuliah Al-qur`an dan hadis yang telah diberikan oleh dosen pembimbingnya.juga supaya kita dapat mengetahui tentang ketentuan rezeki dari Allah dan pentingnya kepedulian sosial di lingkungan masyarakat. Dengan makalah kami berjudul “ ayat dan hadis ketentuan rezeki serta kepedulian sosial “ ini,semoga kita bisa mengambil inti dan manfaatnya dari materi yang tertera di dalamnya, aamiin.


BAB II
PEMBAHASAN

1.KETENTUAN REZEKI
1.1). Pengertian Rezeki
            kata rezeki berarti penghidupan, penghidupan atau tiap-tiap yang berdayaguna bagi kehidupan makhluk. Rezeki juga berarti anugerah atau karuniya atau pemberian dari sisi Allah kepada makhluknya.
1.2). Macam-macam rezeki Allah
1.     pemberian hak hidup dan menikmati kehidupan.
2.     Udara yang selalu kita hirup dengan gratis.
3.     Bentuk tubuh yang paling baik jika dibandingkan dengan makhluk lain.
4.     Kesehatan jasmani dan rohani.
5.     Makanan dan minuman yang beraneka macam.
6.     Akal dan pikiran dan perasaan sehingga dapat mengangkat derajat di atas makhluk      lain.
            7. Agama sebagai petunjuk hidup manusia di dunia.
1.3) Ayat yang menjelaskatn tentang rezeki
Surah Quraisy dan Al-Insyirah tentan ketentuan rezeki dari Allah.
al-Quraisy.jpe




Terjemahnya
1.     Karena kebiasaan orang-orang quraisy.
2.     (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3.     maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah).
4.     Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamamankan mereka dari ketakutan.
Penjelasan ayat
o   Ayat satu menjelaskan tentang kebiasaan Suku Quraisy.
o   Ayat dua menjelaskan perjalanan dagang yang dilakukan Suku Quraisy.
o   Ayat ketiga Allah mengingatkan Suku Quraisy khususnya dan umat islam pada umumnya agar selalu bersyukur atas rezeki yang diberikan-Nya.
o   Ayat keempat menjelaskan wujud kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya.


Surat Al-insyirah
Al-Insyirah.jpg
Terjemahnya
1.     Bukanlah kami telah melapangkan untukmu dadamu?
2.     Dan Kami telah menghilangkan daripadamu beanmu,
3.     Yang memberatkan punggungmu?
4.     Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
5.     Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
6.     sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
7.     Maka apabila kamu telah selesai ( dari sesuatu urusan) , kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain).
8.     Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Penjelasan ayat
·       Ayat satu merupakan pertanyaan yang bersifat penegasan bahwa Allah telah melapangkan dada Nabi muhammad.
·       Ayat kedua dan ketiga Allah berfirman “Dan Kamipun telah menurunkan beban darimu, yang memberatkan punggungmu”. Orang yang memiliki rasa tanggung jawab pasti berusaha untuk dapat melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya.
·       Ayat keempat Allah memberikan penghargaan kepada Nabi Muhammad SAW. atas kesabarannya melaksanakan tugas dakwah.
Maksud pengangkatan nama ini antara lain.
Nama beliau disejajarkan dengan Allah sebagaimana dalam lafal dua kalimat syahadat, azan dan iqomah. Keimanan seseorang tidak berarti tanpa disertai keimanan kepada beliau. Beliau dijadiakan suri tauladan bagi seluruh manusia. Allah ,malaikat dan seluruh umat islam senantiasa mengucapkan shalawat kepada beliau.
·       Ayat kelima dan keenam, Allah memberi motivasi kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
·       Ayat ketujuh, Allah mengingatkan Nabi Muhammad dan para pengikutnya agar tidak cepat puas dengan hasil usahanya.
·       Ayat kedelapan, Allah mengingatkan beliau dan para sahabatnya agar senantiasa bersandar kepada Allah.

Ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang ketentuan rezeki dari Allah.
            Tanyakanlah “siapakah yang melarang perhiasan Allah yang diadakan-Nya bagi hamba-hamna-Nya,  siapakah yang melarang rezeki yang baik?”. (Qur’an Al-A’raf:32).
            Tiadakah kamu lihat bahwa Allah menundukkan bagimu segala yang ada dilangit, dan segala yang ada di bumi, dan melimpahkan atasmu nikmat-Nya, yang nampak maupun yang tidak nampak? (Q.S. Luqman:20).
            Tapi carilah dengan kekayaan yang dianugerahkan Tuhan kepadamu, negeri akhirat. Dan janganlah lupa bagianmu di dunia ini. (Q.S AL-Qashash:77).
            Ialah yang menjadikan bumi mudah bagimu. Maka mengembaralah kamu ke segala penjurunya, dan makanlah rezeki yang diberikan-Nya. Kepada-Nya kamu kembali setelah dibangkitkan. (Q.S. Al-Mulk:15).
            Maka makanlah kamu sebagian dari rezeki yang datang dari Allah, yang halal dan baik, bersyukurlah atas nikmat Allah, jika kamu kepada-Nya menyembah.
            Ia hanya mengharamkan bagimu memakan maitah dan darah, daging babi dan apapun yang disembelih bukan atas nama Allah. Tetapi, barang siapa terpaksa bukan karena ingin atau kehendak melanggar aturan, sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. An-Nahl:114-115).
            Dan makanlah apa yang diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik. Dan taqwalah kepada Allah, yang kepadanya kamu beriman. (Q.S Al-Maidah:88).
            Dan Allah memberi sebagian kamu keutamaan diatas yang lain dalam hal rezeki. Tetapi tiadalah orang yang diberi keutamaan, memberikan lagi rezekinya kepada hamba-hamba-Nya yang dimilikinya, supaya mereka sama menikmatinya, maka apakah mereka mengingkari nikmat Allah? (Q.S. An-Nahl:71)
            Miliknya kunci-kunci langit dan bumi. Dilapangkannya rezeki bagi siapa yang Ia berkenan, dan disempitkan-Nya bagi siapa yang Ia kehendaki. (Q.S. Asy-Syura:12).

1.4). Hadis yang menjelaskan tentang ketentuan rezeki dari Allah SWT:
“ Wahai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan .” (HR. Muslim no. 2577, dari Abu Dzar Al Ghifari). Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada Allah dan meminta segala kebutuhan pada-Nya.” [1]
Dalam hadits dikatakan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak (memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” (HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993)
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Allah sungguh Maha Kaya. Allah yang memegang setiap rizki yang tak terhingga, yakni melebihi apa yang diketahui setiap makhluk-Nya.” [2]
Allah Menjadikan Kaya dan Miskin dengan Adil
Allah memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan kaya dengan banyaknya rizki dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah berharga di balik itu semua

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian ” (HR. Muslim no. 2564, dari Abu Hurairah)
Kaya bisa saja sebagai istidroj dari Allah, yaitu hamba yang suka bermaksiat dibuat terus terlena dengan maksiatnya lantas ia dilapangkan rizki. Miskin pun bisa jadi sebagai adzab atau siksaan. Semoga kita bisa merenungkan hal ini.
Keimanan yang benar rizki bukan hanya dinanti-nanti. Kita bukan menunggu ketiban rizki dari langit. Tentu saja harus ada usaha dan tawakkal, yaitu bersandar pada Allah. Dari Umar bin Al Khoththob
radhiyallahu ‘anhu , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang .” [8]
Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa As Suyuthi mengatakan, “Al Baihaqi mengatakan dalam Syu’abul Iman:
Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rizki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut pergi di pagi hari untuk mencari rizki. Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam-: Seandainya mereka bertawakkal pada Allah Ta’ala dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian melihat bahwa setiap kebaikan berada di tangan-Nya dan dari sisi-Nya, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang. Namun ingatlah bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya. Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.” [9]
Rizki yang Paling Mulia
Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah ). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri





2.KEPEDULIAN SOSIAL
          kata peduli berarti memperhatikan atau menghiraukan sesuatu. Kepedulian berarti sikap memperhatikan sesuatu. Dengan demikian kepedulian sosial beararti sikap memperhatikan atau menghiraukan urusan orang lain(sesama anggota masyarakat). Kepedulian sosial yang dimaksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.
            Perlunya memiliki kepedulian sosial manusia diciptakan  Allah sebagai mahluk sosial,  yaitu mahluk yang senantiasa mengadakan hubungan dengan sesamanya. Kerjasama dengan orang lain dapat terbina dengan baik apabila masing-masing piihak memilii kepedulian sosial. Oleh karena itu sikap ini sangat dianjurkan dalam islam. Kebalikan dari sikap sosial adalah egois.
            Dampak positif memiliki kepedulian sosial adalah terwujudnya sikap hidup gotong royong, terjalinnya hubungan batin yang akrab penuh kerukunan dan kebersamaan, terjadinya pemerataan, kesejahteraan, menghilangkan jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, terwujudnya persatuan dan kesatuan menciptakan kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis, menghilangkan rasa dengki dan denda.
2.1) Ayat-ayat yang menjelaskan tentang kepedulian sosial
1. Q.S Al-Kautsar
aaaaaaa.jpeg
Surat Al-Kautsar terdiri dari 3 ayat, termasuk golongan surat makkiyah. Surat Al-Kautsar diturunkan sesudah surat Al-‘Adiyat. Al-Kautsar artinya nikmat yang banyak. Nama surat ini diambil dari kata Al-Kautsar yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Surat ini diturunkan oleh Allah sebagai penghibur hati bagi Nabi Muhammad SAW. Surat Al-Kautsar menjelaskan bahwa Allah telah melimpahkan nikmat yang banyak. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya. Allah juga menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad akan mempunyai pengikut yang banyak sampai hari kiamat dan akan mempunyai nama yang baik di dunia dan di akhirat, tidak seperti yang dituduhkan oleh pembenci-pembencinya.
• Terjemah Al-Kautsar
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak
2. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkubanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)
3. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari Rahmat Allah)
• Kandungan QS Al-Kautsar
Sebab turunnya surat Al-Kautsar yaitu kaum musyrikin Mekkah dan munafik Madinah senantiasa mengejek dan mencela Nabi Muhammad SAW dengan perkataan buruk yang merendahkan kedudukan orang Islam. Ketika itu, kaum musyrikin dan munafik juga senang sekali bila melihat kaum muslimin mendapat musibah.
Kemudian surat ini diturunkan untuk menguatkan hati/pendirian Rasulullah, dan menegaskan bahwa perkataan kaum musyirikin dan munafik hanyalah perkataan sia-sia. Allah juga meyakinkan kepada kaum Muslimin bahwa Nabi Muhammad serta para pengikutnya termasuk orang-orang yang beruntung.
Surat Al-Kautsar ini juga menjelaskan bahwa Allah telah menganugerahkan nikmat yang berlimpah kepada Nabi Muhammad, sehingga Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk bersyukur dengan mendirikan shalat dan berkurban dengan penuh keikhlasan. Orang-orang yang membenci Nabi Muhammad tidak akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Pada dasarnya, mereka tidak membenci nabi Muhammad karena memang Nabi Muhammad adalah orang yang disenangi dikalangan mereka. Mereka membenci ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Orang-orang yang membenci Nabi Muhammad, semasa hidupnya akan selalu mendapatkan kehinaan dan kerugian, dan mereka mempunyai nama yang jelek di dunia dan akhirat.







2. Q.S Al-Ma’un
Al+Ma'un.jpg
Surat Al-Ma’un in terdiri dari 7 ayat, termasuk golongan surat Makkiyah yang diturunkan setelah surat At-Takasur. Nama Al-Ma’un diambil dari kata Al-ma’un yang terdapat pada ayat terakhir yang artinya “barang-barang yang berguna”.
Surat Al-Ma’un menjelaskan tentang beberapa sifat manusia yang dipandang sebagai pendusta agama dan ancaman terhadap orang-orang yang melakukan shalat dengan lalai dan riya’.
• Terjemah Q.S Al-Ma’un
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat riya
7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
• Kandungan Q.S Al-Ma’un
Dalam surat Al-Ma’un, Allah SWT menyindir kita dengan sebuah pertanyan yaitu “Apakah akmu tahu, siapakah orang-orang yang mendustakan agama?” melalui pertanyan itu, Allah ingin menegaskan tentang ciri-ciri pendusta agama. Mereka adalah:
a. Orang yang shalat dengan penuh kelalaian dan hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain (riya’)
b. Orang-orang yang menolak dan menghardik anak yatim dengan keras (takabbur)
c. Mereka tidak menganjurkan kepada orang lain untuk memberi makan kepada anak yatim dan kaum fakir miskin
d. Mereka tidak pernah mau menolong orang lain yang sangat membutuhkan (bakhil)
Ciri-ciri orang yang percaya akan kebenaran agama dan yang tidak percaya sangat jelas. Orang yang percaya akan kebenaran agama selalu bersifat adil, belas kasih, dan suka beramal kebajikan untuk kepentingan orang lain. Sedangkan sebaliknya, orang yang tidak percaya akan kebenaran agama selalu meremehkan hak-hak kaum lemah, tidak peduli dengan penderitaan orang lain, egois dalam hal harta benda, bangga dengan kekuatan yang dimilikinya, dan tidak mau memberi pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
• Kepedulian Sosial dalam Kehidupan
Surat Al-Kautsar dan surat Al-Ma’un adalah dua surat yang memerintahkan kaum Muslimin untuk peduli terhadap masyarakat. Kedua surat ini menegaskan tentang ajaran Islam yang sangat mendorong umatnya peduli terhadap lingkungan sosialnya.
Dalam surat Al-Kautsar, Allah menyejajarkan perintah shalat dan berkurban. Shalat adalah ibadah yang sangat penting kedudukannya dalam ajaran Islam sehingga tak sekalipun Muslim boleh meninggalkannya. Sedangkan berkurban adalah ibadah yang bernilai social tinggi. Dengan berkurban, kaum Muslimin yang mampu dapat berbagi nikmat yang diperolehnya dengan saudara-saudaranya kaum Muslimin yang kurang mampu. Dengan menyejajarkan perintah shalat dan berkurban artinya Allah menegaskan betapa pentingnya perintah berkurban untuk dilaksanakan oleh kaum Muslimin yang mampu.
Dalam surat Al-ma’un, Allah menyebutkan bahwa para pendusta agama adalah orang yang shalat dengan penuh kelalaian dan hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain (riya’), orang-orang yang menolak dan menghardik anak yatim dengan keras (takabbur), mereka tidak menganjurkan kepada orang lain untuk memberi makan kepada anak yatim dan kaum fakir miskin, mereka tidak pernah mau menolong orang lain yang sangat membutuhkan (bakhil). Setiap Muslim hendaknya memiliki sifat peduli terhadap sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Selama hidup, Rasulullah selalu memerintahkan umat Islam untuk bersifat dermawan. Bakhil bukanlah sifat orang beriman, karena itu, setiap umat Islam harus menghilangkan sifat itu dari dalam dirinya.



Banyak cara untuk membentuk jiwa social dalam kehidupan bermasyarakat, diantaranya dengan:
a. Menjauhkan diri kita dari sifat kikir sekecil apapun dengan alas an apapun, seperti takut akan berkurangnya harta
b. Menanamkan sikap peduli kepada sesame dengan memberi perhatian kepada nasib orang lain yang kurang beruntung
c. Menyadari bahwa rezeki adalah titipan Allah SWT yang sewaktu-waktu dapat diambil atau dikurangi oleh pemiliknya, yaitu Allah.
d. Meyakini bahwa kepedulian social termasuk ibadah yang kelak akan mendapat pahala yang berlipat ganda dari allah
Hikmah dan manfaat sikap peduli social dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
 Perwujudan rasa syukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan kepadanya
 Membantu orang-orang yang membutuhkan
 Menyambung silaturrahmi antara yang kaya dan yang miskin
 Mengurangi angka kemiskinan
 Mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah dan akan menjadi amal jariyah
 Membersihkan harta benda dari hak milik orang lain dan membersihkan diri dari dosa.

2.2)  Hadits tentang kepedulian sosial
1. Memberi Lebih Baik Daripada Meminta
Ibnu Umar ra. Berkata, “Ketika Nabi saw. Berkhotbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, ”Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah menerima.”
. Penjelasan Hadits
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan sehat, tetapi tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya, dengan cara meminta-minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang mulia dan memiliki kekuatan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:
Kekuatan itu bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bgai orang-orang yang beriman (QS. Al-Munafiqun: 8)
Dengan demikian, seorang peminta-peminta, yang sebenarnya mampu mencari kasab dengan tangannya, selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak langsung telah merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan ia dikategorikan sebaga kufur nikmat karena tidak menggunakan tangan dan anggota badannya untuk berusaha mencari rezeki sebagaimana diperintahkan syara’. Padahal Allah pasti memberikan rezeki kepada setiap makhluk-Nya yang berusaha.
Allah swt berfirman:
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh) (QS. Hud:6).
Dalam hadits dinyatakan dengan tegas bahwa tangan orang yang di atas (pemberi sedekah) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang diberi). Dengan kata lain, derajat orang yang pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka seyogyanya bagi setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki, berusaha untuk bekerja apa saja yang penting halal.
Bagi orang yang selalu membantu orang lain, di samping akan mendapatkan pahala kelak di akherat, Allah jug akan mencukupkan rezekinya di dunia. Dengan demikian, pada hakekatnya dia telah memberikan rezekinya untuk kebahagiaan dirinya dan keluarganya. Karena Allah swt. Akan memberikan balasan yang berlipat dari bantuan yang ia berikan kepada orang lain.
Orang yang tidak meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada orang lain, meskipun hidupnya serba kekurangan, lebih terhormat dalam pandangan Allah swt. dan Allah akan memuliakannya akan mencukupinya. Orang Islam harus berusaha memanfaatkan karunia yang diberikan oleh Allah swt, yang berupa kekuatan dan kemampuan dirinya untuk mencukupi hidupnya disertai doa kepada Allah swt.
Adanya kewajiban berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa Allah swt. tidak berkuasa untuk mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi dimaksudkan agar manusia menghargai dirinya sendiri dan usahanya, sekaligus agar tidak berlaku semena-mena atau melampaui batas, sebagaimana dinyatakan oleh Syaqiq Ibrahim dalam menafsirkan ayat:
Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat (QS. Asy-Syura:27).
Menurutnya, seandainya Allah swt., memberi rezeki kepada manusia yang tidak mau berusaha, pasti manusia semakin rusak dan memiliki banyak peluang untuk berbuat kejahatan. Akan tetapi, Dia Mahabijaksana dan memerintahkan manusia untuk berusaha agar manusia tidak banyak berbuat kerusakan.



2. Larangan Hidup Individualistis
Anas ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kami sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)
. Penjelasan Hadits
Sikap individualistis adalah sikap mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Menurut agama, sebagaimana di sampaikan dalam hadits di atas adalah termasuk golongan orang-orang yang tidak (smpurna) keimanannyanya.
Seorang mukmin yang ingin mendapat ridla Allah swt. Harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas.
Namun demikian, hadits di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri berarti tidak beriman. Maksud pernyataan
pada hadits di atas,
“tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, haraf nafi ﻻَ pada hadits tersebut berhubungan dengan ketidaksempurnaan.
Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah swt. Dengan kata lain, persaudaraan yang didasarkan Illah , sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits tentang keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah swt., di antaranya:
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “pada hari kiamat allah swt. akan berfirman, ‘di manakah orang yang saling terkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku.
Sifat persaudaraan kaum mukmin yatiu mereka yang saling menyayangi, mengasihi dan saling membantu. Demikian akrab, rukun dan serempak sehingga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain. Dalam hal satu kesatuan ini, Nabi saw. mengibaratkan dalam berbagai hal, di antaranya dengan tubuh, bangunan dan lainnya. Jika salah satu ada yang menghadapi kesulitan, maka yang lainpun harus belasungkawa dan turut menghadapinya. Begitupun sebaliknya.
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan aslah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraannya juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antarindividu yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadits lain Rasulullah saw. menyatakan:
Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan. (HR. Bukhari)
Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasulullah saw. Kaum Anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin sebagai penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan daerah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin , bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari Muhajirin.
Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah swt., yakni memberikan sesuatu yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudaranya seiman dengan dirinya sendiri.
Allah swt. berfirman:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah swt. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan semua rukun Islam, bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman.
Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas, harus didasari lillah . Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidak benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah swt.
Sebaiknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara seiman yang betul-betul taat kepada Allah swt. Rasulullah saw. memberikan contoh siapa saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka, orang-orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadits.

Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: hendaknya mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai , ahli-ahli pikir.
Kemudian berikutnya lagi. Awaslah! Janganlah berdesak-desakan seperti orang-orang pasar. (HR. Muslim)
Hal itu tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan umatnya untuk mendekati orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka atau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
4. Melapangkan Orang Lain
 “Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa melepasakan dari seorang muslim satu kesusahan dari sebagian kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepasakan kesusahannya dari sebagian kesusahan hari kiamat; dan barangsiapa memberi kelonggaran dari orang yang susah, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan akhirat; dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aib dia dunia dan akhirat; Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selam hamba tersebut menolong saudaranya.” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim).
. Penjelasan Hadits
Hadits di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim dan memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan.
1) Melepaskan kesusahan bagi orang seorang muslim
Melepaskan kesusahan orang lain mengandung makna yang sangat luas, bergantung kepada kesusahan yang sedang diderita oleh orang tersebut. Jika saudara-saudaranya termasuk orang miskin sedangkan ia berkecukupan (kaya), ia harus menolongnya dengan cara memberikan bantuan atau memberikan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya; jika saudaranya sakit ia berusaha menolongnya dengan cara membantu membawa ke dokter atau meringankan biayanya; jika suadaranya dililit utang, maka ia membantu memberikan jalan keluar, baik dengan cara memberi bantuan untuk melunasinya atau memberi arahan yang akan membantu dalam mengatasi utang saudaranya.
Orang muslim membantu meringankan kesusahan saudaranya yang seiman, beriman telah menolong hamba Allah yang disukai oleh-Nya, dan Allah swt., pun akan memberi pertolongan-Nya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik dunia maupun akhirat sebagaimana firman Allah swt.
 “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah pun akan menolong kamu semua…” (Q.S. Muhammad : 7)
2) Menutupi Aib Orang Mukmin serta Menjaga Orang Lain dari Berbuat Dosa
Orang mukmin pun harus menutupi aib saudaranya, apalagi ia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang apabila rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun, demikian juga aib tersebut berhubungan dengan kejahatan yang telah dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika itu dilakukan berarti telah menolong orang lain dalam hal kejahatan, sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Menolong orang lain dalam kejahatan berarti sama saja, ia telah melakukan kejahatan. Perbuatan itu sangat dicelka dan tidak dibenarkan dalam Islam. Sebagaimana firman-Nya:
 “… Janganlah kamu saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan…” (Q.S. Al-Maidah : 2)
Dengan demikian, jika melihat seseorang akan melakukan kejahatan atau dosa, maka setiap mukmin harus berusaha untuk mencegahnya dan menasihatinya. Jika orang tersebut terlanjur melakukannya, maka suruhlah untuk bertaubat, karena Allah swt. Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat. Tindakan tersebut merupakan pertolongan juga, karena berusaha menyelamatkan seseorang dari adzab Allah swt.
Yang paling penting dalam melakukan perbuatan yang dianjurkan syara’, seperti menolong atau melonggarkan kesusahan orang lain, adalah tidak mengharapkan pamrih dari orang yang ditolong, melainkan ikhlas semata-mata didasari iman dan ingin mendapat ridla-Nya.
Beberapa syari’at Islam seperti sahalat, puasa, zakat, dan yang lainnya, di antaranya dimaksudkan untuk memupuk jiwa kepedulia sosial terhadap sesama mukmin yang berada dalam kesusahan dan kemiskinan.
Orang yang memiliki kedudukan harta yang melebih orang lain hendaknya tidak menjadikannya sombong atau tinggi hati, sehingga tidak memperhatikan orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan. Pada hakikatnya Allah swt. menjadikan adanya perbedaan seseorang dengan yang lainnya adalah untuk saling melengkapi. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
 “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain…” (Q.S. az-Zukhruf : 32)
Di dunia ini dengan adanya orang yang senang dengan kekayaan atau kedukannya, dan ada pula orang-orang yang susah karena kemiskinannya, hal ini merupakan kehendak Allah swt. untuk keseimbangan kehidupan di dunia. Dapat dibayangkan jika semua orang kaya, siapa yang akan menjadi petani atau mengerjakan pekerjaan kasar yang biasa dikerjakan oleh orang-orang kecil. Begitu pun sebaliknya, jika semuanya miskin, kehidupan di dunia akan kacau.
Dengan demikian, pada hakikatnya hidup di dunia adalah saling membantu dan mengisis, ketentraman pun hanya akan dapat diciptakan jika masing-masing golongan saling memperhatikan dan menolong satu sama lain, sehingga kesejahteraan tidak  hanya berada pada satu golongan saja.
Perintah agar kaum muslimin peka dan peduli terhadap orang lain juga dicerminkan melalui syariat penyembelihan hewan qurban. Hal itu tergambar dari doa yang dibaca setelah hewan qurban disembelih, yang berbeda dengan penyembelihan hewan biasa, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Siti Aisyah, disunahkan membaca doa, yang artinya:
“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah terimalah (Qurban ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad dan Ummat Nabi Muhammad saw.”
Memperbaiki kesejahteraan merupakan salah satu di antara tiga cara dalam memprebaiki keadaan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Abu Hasan dalam kitab “Adab ad-Dunya wa ad-Din”, yakni menjadikan manusia taat; menyatukan rasa dalam hal kesenangan dan penderitaanl dan menjaga dari hal-hal yang akan mengganggu stabilitas kehidupan.
Sebagaimana telah dibahas di atas, peduli terhadap sesama tidak hanya dalam masalah materi saja, tetapi dalam berbagai hal yang menyebabkan orang lain susah. Jika mampu, setiap muslim harus berusaha menolong sesamanya.
Sesungguhnya Allah swt. akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong dan membantu sesama saudaranya.
5. Larangan Menganiaya Kucing
Dari Ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw bersabda,”Seorang wanita dimasukkan ke dalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada dilantai.” (HR. Bukhari)
. Penjelasan Hadits
Riwayat tersebut tidak menunjukkan bahwa Rasulullah menynyayangi binatang kucing, tetapi akibat menyia-nyiakan binatang piaraan seperti kucing pun akan mendapatkan adzab di akhirat. Sebenarnya bukan hanya kucing, menyia-nyiakan semua binatang peliharaan seperti burung, ikan dan lain-lain juga bisa menyebabkan datangnya adzab Allah.
Demikian juga hadis lain yang menunjukkan bahwa jilatan kucing tidak najis;
Dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang kucing,”Sesungguhnya (kucing itu) tidaklah najis karena dia termasuk yang berkeliling di antara kamu. (HR. An-Nasa’i, Abu Daud)
Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berwudhu dari air yang telah diminum oleh kucing.
Dari Aisyah ra sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,’(Kucing) itu tidaklah najis, dia termasuk binatang yang berkeliling di antara kalian”. Dan aku (Aisyah)
melihat Rasulullah SAW berwudhu dengan air bekas jilatan kucing’. (HR. Abu Daud).
Hadis-hadis di atas juga tidak mengindikasikan Rasulullah menyayangi kucing. Rasulullah hanya menyebutkan bahwa kucing adalah binatang jinak yang banyak bergaul (berkeliling) di antara manusia.
Tetapi seandainya ada riwayat yang shahih tentang hal ini, kita perlu ingat bahwa Rasulullah manusia biasa yang diberi wahyu. Sebagai manusia biasa beliau memiliki sifat-sifat kemanusiaan, seperti menyukai sesuatu. Dalam hal yang bukan brada di dalam wilayah syari’ah hal ini bisa ditiru dan bisa pula tidak. Tetapi dalam masalah syari’at, apa yang dialakukan, dikatakan dan ditetapkan oleh Rasulullah harus diikuti.
Islam adalah agama
rahmatan lil alamin. Islam tidak saja memberikan aturan kerja (manual ) bagi hubungan manusia dengan Penciptanya, atau dengan sesama manusia, namun juga dengan binatang dan tumbuhan. Dalam banyak ayat didalam Al Quran, Allah telah banyak memberikan peringatan kepada manusia agar senantiasa menjaga alam, menyayangi binatang dan merawat tumbuhan, serta melarang untuk berbuat kerusakan dimuka bumi. Ayat keempat puluh satu surat Ar Ruum, “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan pada mereka sebagian akibat perbuatannya, agar mereka kembali”, memperingatkan para pemegang HPH yang semena-mena merusak hutan, pengusaha pertambangan yang rakus, ataupun eksploitator laut yang melampaui batas.
Allah memerintahkan manusia untuk sayang pada hewan-hewan. Banyak nama-nama surat dalam Al Quran yang mengambil tamsil dan pelajaran dari perilaku binatang, mulai dari yang baik hingga yang berbuat kerusakan. Ada al Baqarah (sapi betina), al An’aam (binatang ternak), an Nahl (lebah), an Naml (semut), al Ankabuut (laba-laba), al ‘Aadiyaat (kuda perang) dan juga al Fiil (gajah).
Binatang diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan, pembantu pekerjaan atau perjalanan manusia. Namun demikian, bukan berarti manusia bebas memperlakukan mereka. Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, bahwa pada suatu pagi Rasulullah berjalan melewati seekor unta yang diikat. Setelah beliau menyelesaikan urusannya dan kembali lewat jalan itu, beliau melihat unta itu masih diikat. Kemudian beliau bertanya kepada pemilik unta itu, “ Apakah kamu tidak melepas dan tidak memberi makan unta itu sepanjang hari?” Pemilik unta itu menjawab, “ Tidak ”. Beliau bersabda kepadanya, “ Ingatlah, nanti pada hari kiamat unta itu akan mempersalahkan ini kepada Allah”.
Lebih jauh lagi Rasulullah memberikan teguran keras pada penyiksa binatang. Said bin Jubair mengatakan bahwa ia pernah melihat bersama Ibnu Umar sekelompok pemuda yang memasang ayam betina untuk dijadikan sasaran latihan memanah. Demi melihat Ibnu Umar mereka bubar dan Ibnu Umar berkata, “ Siapakah yang berbuat ini? Sesungguhnya Nabi Saw. mengutuk orang yang berbuat begini”. Sementara itu Abu Hurairah (bapaknya kucing kecil), julukan Rasulullah bagi seorang sahabat perawi hadits yang menyayangi dan senantiasa membawa kucing kecil kemanapun ia pergi, berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, ”Ada seorang perempuan masuk neraka lantaran kucing yang ia ikat di dalam rumah, dimana ia tidak memberinya makan dan minum dan tidak melepaskannya agar kucing itu bisa makan dari sampah (yang ada diatas) bumi, sehingga kucing itu mati”.

























BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam beberapa ayat dan hadis diatas yang berkenaan dengan ketentuan rezeki dari Allah memberikan hikmah bahwa semua rizki telah Allah atur untuk hamba-hamba Nya dan kita sebagai  hambanya harus mensyukuri apapun yang telah diberikan Allah kepada kita.
            Adapun beberapa ayat dan hadis diatas yang berkenaan dengan kepedulian sosial mengajarkan kita untuk saling peduli, tolong menolong satu sama lain agar terciptanya kerukunan dan perdamaian dikalangan masyarakat, dan menyadarkan bahwa kita mahluk sosial yang perlu bantuan orang lain dalam kehidpan sehari-hari.

















DAFTAR PUSTAKA


https://muslim.or.id/5562-memahami-allah-maha-pemberi-rizki.html
http://dwindaq.blogspot.co.id/2010/06/ayat-al-quran-tentang-kepedulian-sosial.html?m=1

http://kulinerakal.blogspot.co.id/2011/07/hadits-hadits-kepedulian-sosial.html?m=1

Comments

Popular posts from this blog

KIMIA hidrolisis garam dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari

Karya tulis ilmiah kunjungan ke objek wisata Candi Prambanan

soal lct dan ranking 1 Pramuka